Dodol Betawi Sebagai Kudapan Silatuhrami
infobudaya.net – Hari Raya Idul Fitri semakin dekat. Merayakan Lebaran kurang lengkap tanpa ketupat, parsel, dan Tunjangan Hari Raya (THR). Namun, bagi warga Betawi, menikmati momen Idul Fitri kurang lengkap tanpa dodol. Dodol tak hanya makanan ringan semata, tapi ada makna filofosi dibalik itu.
Selain sebagai kudapan, dodol Betawi mengandung makna gotong-royong dan minal aidin walfaizin. Pasalnya, membuat dodol haruslah melibatkan banyak orang. Dan ketika Lebaran tiba, dodol dibawa keliling; ke tetangga maupun sanak saudara sambil bermaaf-maafan.
Meski dodol bukan kudapan khas Indonesia, tetapi ia kerap digandrungi oleh semua kalangan: dari anak kecil hingga orang dewasa. Dodol merupakan imitasi dari kue keranjang, makanan utama pada hari raya orang Tionghoa. Karena kelezatan dan banyaknya permintaan membuat sejumlah daerah Indonesia membuka sentra penghasil dodol seperti di Garut, Kudus, Semarang dan Betawi.
Meski sulit melacak sejak kapan masyarakat Betawi membuat dodol namun hingga kini dodol khas Betawi semakin meredup. Membuat tradisi khas Betawi yang berfungsi sebagai budaya silahturami itu semakin lenyap ditelan zaman.
Sumber:
Majalah Historia
Lbeih jauh tentang:
Tidak Ada Komentar