Sejarah Sedekah Bumi di Lengkong Wetan
Wawancara kepada Bapak Bosin sebagai Amil di Kel. Lengkong Karya, Kec. Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan pada hari Senin tanggal 6 bulan Juli tahun 2015 pukul 15.30 WIB di kediamannya Kp. Perigi RT. 018/05 Lengkong Karya, Serpong Utara.
Nama : Bosin
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 10 Agustus 1938
Alamat : Kp. Perigi RT. 018/05 Lengkong Karya, Serpong Utara
Pekerjaan : Petani
Sejarah Sedekah Bumi Masyarakat Lengkong
Sekitar tahun 1950 an ada seorang tokoh Tionghoa peranakan bernama Pek Chunyo dan tokoh pemuda Betawi bernama Bosin yang berkompromi dan bersepakat untuk menyelenggarakan kegiatan “sedekah bumi” dengan alasan bahwa “kita buang aer di bumi, makan kita dari bumi” kalau bisa disuahakan kita dan semua masyarakat yang ada di Lengkong setiap tahunnya punya “kewajiban” untuk mensyukuri keberadaan kita di bumi, dalam bentuk perayaan makan makanan hasil bumi dengan diselingi tontonan topeng dan selanjutnya diakhiri oleh doa bersama. Pada kegiatan tersebut berlangsung hingga tahun 1952 yang diikuti oleh 30 Kepala Keluarga Lengkong dengan diiringi oleh hiburan tontonan topeng grup tholay Tangerang, setelah itu makan dan doa bersama dengan harapan tahun berikutnya mendapatkan keberkahan.
Namun pada tahun 1953 atau 3 (tiga) tahun menjelang Pemilu 1955, terjadi kekacauan di semua wilayah Indonesia termasuk berdampak pula dengan situasi keamanan pada masyarakat Lengkong dan masyarakat menamakan masa itu adalah masanya “gerombolan” atau sebuah pemberontakan dalam bentuk perampokan massal kepada masyarakat yang dilakukan oleh para “pejuang” dan “pasukan sekutu” yang menetap dan kecewa terhadap pemerintah saat itu. Setelah Pemilu tahun 1955 selesai.
Tahun 1960 amil Bosin hijrah ke Kulon Banten untuk memperdalam ilmu agama Islam disebuah Pesantren terkenal. Sehingga Pek Chunyo sendirian memimpin kegiatan “sedekah bumi” dan alhamdulillah beliau tak sendirian karena ditemani sahabat amil Bosin yang bernama Tirtonadi seorang tokoh masyarakat Lengkong menemani Pek Chunyo menggerakkan masyarakat Lengkong menyelenggarakan tradisi ‘sedekah bumi” warisan leluhur mereka, sampai dengan tahun 1962. Karena di tahun tersebut, Tirtonadi pun hijrah ke Jakarta menyelesaikan tugas keluarga. Tahun 1962-1965 pecahlah “Gestok” yang disebut oleh Presiden Sukarno berarti Gerakan Satu Oktober yang digerakkan langgsung oleh “PKI” pimpinan DN Aidit. Terjadi kekacauan negeri, “sedekah bumi” kembali vakum. Dan tahun 1965 Pek Chunyo meninggal.
Setelah ditinggal amil Bosin ke Kulon Banten untuk belajar agama, ditinggal Tirtonadi ke Jakarta urusan keluarga, dan meninggalnya Pek Chunyo, tradisi “sedekah bumi” masyarakat Lengkong vakum hingga tahun 2000 an.
Kemudian tepatnya tahun 2014 tradisi “sedekah bumi” kembali digelar oleh masyarakat lengkong yang dipelopori oleh Apen salah satu keturunan Pek Chunyo hingga tahun 2015.
Dengan keterangan diatas bahwa tradisi “sedekah bumi” masyarakat Lengkong adalah tradisi perkawinan tiga budaya, yaitu budaya Cina, budaya Sunda, dan budaya Betawi yang diselenggarakan oleh masyarakat Lengkong.
Apakah ini akan terus berlangsung?
Ataukah tergerus oleh arus modernisasi dan lenyap menghilang?
Sumber: Posko budaya Swadarma (poskobudayaswadarma@yahoo.co.id)
Lebih lanjut tentang:
Tidak Ada Komentar