Tari Legong dan Perkembangannya
Alunan gamelan Bali memenuhi Graha Swakadharma Denpasar. Empat penari satu persatu mulai memasuki arena pertunjukan dengan posisi berbaris. Mereka membawakan Tari Legong Kuntul, salah satu jenis Tari Legong Keraton yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak Benda. Gerak dinamis dan kontrol diri yang dilakukan penari membuat seluruh penonton terpukau sehingga seolah-olah ikut menari.
Tari Legong Keraton merupakan salah satu tari Bali yang bergenre tari pertunjukan atau tari Balih-Balihan. Kata Legong berasal dari akar kata leg dan gong. Leg artinya gerak luwes dan elastis sedangkan gong mengandung arti tari dan gamelan. Sebelumnya pada naskah-naskah lama, tari ini hanya disebut tari Legong saja. Tambahan kata keraton diperkirakan karena para seniman (koreografer) terdahulu mendapat ide dari tarian-tarian keraton di Jawa Tengah.
Struktur ragam Tari Legong dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pepeson, pengawak, pengecet dan peksad. Pepeson merupakan bagian awal pembuka dari Tari Legong. Pokok cerita dari Tari Legong berada pada bagian pangawak. Pada bagian ini terdapat perbedaan bentuk aksentuasi antara jenis Tari Legong satu sama lain, disesuaikan dengan cerita yang ingin dibawakan. Selanjutnya pengecet, struktur tariannya hampir sama dengan pengawak akan tetapi pada bagian ini lebih lincah dan dinamis. Pengecet merupakan klimaks dari Tari Legong kemudian ditutup oleh ragam peksad.
Diduga tari Legong dikembangkan dari sebuah tari upacara terutama Tari Sang Hyang. Menurut Ni Ketut Arini seorang maestro tari Bali sebelum tahun 2004 hanya ada enam Tari Legong yang hidup. Kemudian setelah tahun 2004 beberapa Tari Legong direvitalisasi kembali sehingga saat ini ada 15 jenis Tari Legong yang dikenal. Jenis tari tersebut antara lain, Malat, Kuntir, Jobog, Legod bawa, Kuntul, Pelayon, Candra Kanta, Raja Cina, Kupu-Kupu Tarum, Guwak Macok, Bramara, Gadung Melati, Bapang, Sudarsana dan Semarandana. Dari 15 tari tersebut, Tari Legong Lasem yang paling banyak memiliki alur cerita.
Sebenarnya masih ada lebih dari 100 macam Tari Legong yang diciptakan oleh koreografer-koreografer masa kini namun eksistensinya tidak berlangsung lama. Hal tersebut disebabkan karena tidak ada yang memelihara. Oleh karena itu lembaga kursus tari memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjaga sebuah tarian.
Sumber: Sedyawati, Edi., Yulianti Parani. 1995. Ensiklopedi Tari Indonesia. Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Kegiatan Penyerahan Sertifikat Tari Bali sebagai WBTB UNESCO
Wawancara dengan Ni Ketut Arini
Tidak Ada Komentar