Tari Sanghyang Dedari yang Hampir Punah
Jakarta, 28/1— Kementrian Pariwisata (Kemenpar) mengadakan simposium yang bertemakan” Simposium Seabad Pariwisata Budaya di Bali. Acara yang diadakan di Gedung Sapta Pesona ini di hadiri oleh berbagai pakar-pakar ahli di bidangnya seperti Dr. L, G. Saraswati Putri peneliti dari Universitas Indonesia. Saras dan timnya melakukan penelitian tari Sanghyang Dedari. Sebuah tarian yang pada tahun 2015 telah di masukkan sebagai warisan budaya dunia. Setelah 2 tahun Saras meneliti, beliau telah berkesimpulan bahwa tari Sanghyang Dedari telah punah. Tarian sakral ini telah menghilang dari berbagai desa di Bali. Akan tetapi seorang rekannya memberitahu bahwa ada salah satu desa di Bali yang masih melaksanakan tari Sanghyang Dedari yaitu desa Geriyana Kauh.
Tari sanghyang dedari melibatkan gadis-gadis kecil yang belum mencapai akil baligh dan melibatkan kerauhan (kerasukan). Tari tersebut menjadi punah karena tari ini tidak bisa di pisahkan dari tradisi pertanian.
“Sekarang di Bali terjadi ahli fungsi besar-besaran dan pertanian mulai tergerus oleh zaman sedangkan tari Sanghyang Dedari berkaitan dengan waktu panen. Tari Sanghyang Dedari adalah tari peralihan dari prahindu menjadi hindusiwa yang di kenal sekarang,” ujar Saras.
Tarian ini sempat berhenti selama 30 tahun yang mengakibatkan gagal panen, struktur benang-benang masyarakat retak karena ada peralihan dari tradisi pertanian organik tradisional ke pertanian industri atau agribisnis. “Ini memberi dampak lingkungan dan juga sosial oleh karena itu banyak desa melakukan revitalisasi agar menjadi desa ekowisata dan melestarikan taria sanghyang dedari,” tutup Saras.
Penulis, Afifah Amirotul Islamiati
Tidak Ada Komentar