Seren Taun: Upacara Adat Panen Masyarakat Sunda
Suku Sunda adalah salah satu kelompok etnis yang sampai saat ini masih memelihara dan menghormati adat istiadat yang diwariskan leluhur pada masyarakatnya. Suku Sunda sendiri berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, dengan istilah Tatar Pasundan yang mencakup wilayah administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Lampung dan wilayah barat Jawa Tengah (Banyumasan). Dalam kehidupannya masyarakat Sunda dikenal sering mengadakan upacara-upacara adat, yang dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur atas apa yang telah mereka dapatkan.
Salah satu upacara adat yang biasa mereka lakukan yaitu upacara adat Seren Taun. Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan setiap tahun. Upacara ini berlangsung sangat ramai dan dihadiri ribuan masyarakat sekitar di berbagai desa di daerah Sunda. Tidak hanya dari daerah sekitar saja tapi masyarakat dari berbagai daerah dan wisatawan mancanegara datang untuk menyaksikan upacara adat tersebut. Upacara adat Seren Taun konon sudah dilakukan secara turun-menurun sejak zaman Kerajaan Sunda purba seperti kerajaan Pajajaran.
Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda yaitu, ‘’Seren’’ yang berarti Serah, Seserahan (menyerahkan) dan ‘’Taun’’ yang berarti Tahun. Sehingga Seren Taun memiliki makna serah terima dari tahun lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Bisa diartikan juga sebagai bagian dari rasa syukur masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua hasil pertanian yang mereka dapatkan. Dan berharap agar kedepannya hasil pertanian yang mereka dapatkan akan meningkat atau lebih baik dari sebelumnya. Spesifiknya upacara ini merupakan cara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan warga selama satu tahun dan kemudian disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda ‘’Leuit’’.
Beberapa Desa yang masih melakukan upacara ini diantaranya adalah Desa Cigugur di Kabupaten Kuningan, Desa Ciptagelar di Kabupaten Sukabumi, Desa Pasir Eurih di Kabupaten Bogor, dan Kampung Naga di Tasikmalaya. Setiap Desa memiliki tata cara ritual yang berbeda dan beraneka ragam, tapi masih memiliki makna yang sama yaitu menyerahkan hasil panen berupa padi kepada ketua adat. Masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan tetap menjalankan upacara ini namun saat ini kebanyakan masyarakat Sunda memeluk agama Islam, sehingga di beberapa desa adat Sunda ritual Seren Taun tetap digelar hanya bedanya dengan doa-doa sesuai agama Islam.
Upacara ini bukan hanya suatu perayaan tapi juga sebagai tuntunan tentang bagaimana menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih pada saat masa panen tiba. Selain itu dimaksudkan juga agar Tuhan senantiasa selalu memberikan perlindungan di musim tanam mendatang.
Ritual diawali dengan mengambil air suci dari tujuh mata air yang telah dikeramatkan, disatukan kedalam satu wadah, dan diokan. Air ini lalu dicipratkan ke semua orang yang hadir dalam upacara tersebut agar membawa berkah. Berikutnya adalah ritual sedekah kue, warga yang hadir berebut mengambil kue di dongdang (pikulan) atau tampah, bagi yang berhasil mendapatkan kue ini dipercaya akan mendapat berkah. Kemudian dilanjutkan dengan menyembelih kerbau, makan tumpeng bersama, dan malam harinya diisi dengan pertunjukkan wayang golek. Puncak Seren Taun dimulai sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. Dikukuhkan oleh tokoh-tokoh agama dengan membacaka doa-doa secara bergantian. Upacara ini juga diramaikan dengan kesenian-kesenian adat. Ritual ini berlangsung sejak tanggal 18 Rayagung.
Sumber:
1 Komentar
[…] antara lain sebagai berikut. 1. Mitoni, tedhak siti, ruwatan, kenduri, grebegan (Suku Jawa). 2. Seren taun (Sunda). 3. Kasodo (Tengger). 4. Nelubulanin, ngaben (Bali). 5. Rambu solok […]