Siti Kewe; Mantra Kopi ala Gayo, Aceh
Siapa yang tidak tahu akan Kopi Gayo. Orang yang tidak terlalu suka kopi pun sesekali pernah mendengar nama Gayo yang selalu diidentikan dengan kopi dan Aceh. Ada banyak hal yang dapat kita ulas mengenai Kopi Gayo ini, salah satunya adalah tentang kisah unik di balik proses penanaman kopi Gayo. Penasaran? Yuk dilanjut bacanya.
Kopi dan kehidupan. Dua hal yang berkaitan erat satu sama lain. Bagi para petani kopi, tentu kopi menjadi objek utama bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Hasil menanam kopi yang digunakan untu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan, untuk menyekolahkan anak hingga sarjana, atau pun membeli bibit baru. Semua hal tersebut menjadi latar belakang yang menjadikan kopi begitu berharga bagi siapapun yang menanamnya. Itulah kenapa proses menanam kopi dari sejak bibit hingga siap panen sering diibaratkan dengan proses kehidupan manusia.
Salah satu proses menanam kopi yang cukup unik ada di Indonesia adalah proses penanaman Kopi Gayo. Para petani Gayo, menanam kopi tidak hanya menanam dan merawatnya hingga dewasa. Mereka percaya bahwa kopi yang mana merupakan bagian dari alam, merupakan seorang sahabat atau teman yang saling bersimbiosis mutualisme dengan manusia, sehingga harus dijaga dan dirawat dengan baik agar dapat menghasilan yang terbaik. Seperti kata peribahasa, “apa yang kau tanam tentu lah apa yang akan kau petik kelak”. Salah satu hal unik yang dilakukan oleh masyarakat Gayo, dalam menanam kopi ialah dengan didahului pembacaan mantra Siti Kewe. Siti Kewe merupakan sebutan masyarakat Gayo untuk kopi. Berikut isi mantra Siti Kewe yang biasa dibacakan oleh petani Kopi Gayo,
“Bismillah,
Siti Kewe kunikahen ko orom kuyu
Wih kin walimu
Tanoh kin saksimu
Lo ken saksi kalammu”
(Bismillah,
Siti Kawa kunikahka engkau dengan angin,
Air sebagai walimu
Tanah sebagai saksimu
Matahari sebagai saksi kalammu)
Kalimat diatas ialah mantra atau pun kata yang biasa diucapkan ketika bibit-bibit kopi akan disemai. Sebagai bentuk pengharapan para petani kopi bahwa kelak bibit kopi yang disemai akan menjadi kopi yang kuat, pengharapan bahwa kelak hasil panen melimpah serta pengharapan agar kehidupan esok dapat lebih baik. Mantra ini memiliki makna yang banyak bahwa kopi tak melulu berkaitan dengan penghasilan untung dan rugi, namun kopi juga dapat dijadikan sebagai ungkapan tradisi yang memang telah ada sejak dulu kala. Uniknya, kopi Gayo telah ada di bumi Aceh jauh sebelum Belanda datang. Penyebutan masyarakat Gayo zaman dahulu untuk kopi adalah Siti Kewe, hal ini telah dilakukan jauh sebelum Belanda datang. Hingga akhirnya ketika Belanda datang penggunaan nama kopi menjadi hal yang lumrah.
Begitulah sekilas tentang penanaman kopi Gayo. Benar-benar sebuah tradisi yang unik yah. Jangan lupa untuk membahas ulasan mengenai penjayian kopi di beberapa daerah di Indonesia ya. Ada kopi sanger dan tarik dari Aceh, Kopi Joss dari Jogja, Kopi Durian dari lampung, dan masih banyak lagi. Yuk baca dan ngopi bareng!
Penasaran dengan ragam tradisi ngopi di Nusantara? Sila datang ke acara “Omongan Budayo Vol. 11: Tradisi-tradisi Ngopi di Nusantara” yang di selenggarakan Sobat Budaya pada hari Sabtu, 16 September 2017 mendatang!
Sumber:
Lihat juga:
Tidak Ada Komentar