Fenomena Golan-Mirah, Dua Sungai yang Tak Bisa Menyatu
Jika ada fenomena pertemuan dua air laut yang tidak bisa menyatu di Teluk Alaska dan Selat Gibraltar, maka di Indonesia pun ternyata ada fenomena serupa. Sungai Golan-Mirah namanya. Terletak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, dua sungai ini mengalir di Desa Golan dan Desa Mirah dan bertemu di sebuah muara. Uniknya, terlihat jelas bahwa kedua aliran dari sungai yang berbeda ini tidak bisa menyatu. Penduduk setempat mengaitkan fenomena alam ini dengan sebuah legenda perpecahan yang dulunya pernah terjadi di antara Desa Golan dan Desa Mirah.
Dulunya, ada dua orang sakti bernama Ki Ageng Hanggolono di Desa Golan dan Kyai Ageng Mirah di Desa Mirah yang hendak mencarikan pasangan untuk putra-putrinya. Putra Ki Ageng Hanggolono yang bernama Joko Lancur jatuh hati pada Kencono Wungu, putri dari Kyai Ageng Mirah. Sayangnya, Joko Lancur mempunyai tabiat yang buruk dan suka berjudi, sementara Koncono Wungu memiliki sosok yang santun dan taat beragama. Alhasil, Kyai Ageng Mirah tidak menyetujui perjodohan tersebut dan berniat menggagalkan rencana pernikahan Joko Lancur dan Kencono Wungu. Hanya saja, mengingat Joko Lancur adalah putra dari sahabat karibnya, Ki Ageng Hanggolono, Kyai Ageng Mirah menyusun siasat jitu agar penggagalan perjodohan itu tidak menyinggung perasaan Ki Ageng Hanggolono. Diajukanlah persyaratan yang sangat sulit untuk menikahi putrinya, Kencono Wungu.
Ki Ageng Hanggolono kesulitan memenuhi persyaratan dari Kyai Ageng Mirah yang sebenarnya telah meminta bantuan dari Kluntung Wuluh untuk menggagalkan upaya Ki Ageng Hanggolono. Siapa sangka, siasat Kyai Ageng Mirah itu diketahui oleh Bajul Kowor, anak buah Ki Ageng Hanggolono. Ki Ageng Hanggolono murka dan menggunakan ilmu hitam untuk memudahkan urusannya. Kyai Ageng Mirah merasa dikhianati oleh Ki Ageng Hanggolono karena menggunakan ilmu hitam, dan akhirnya pernikahan kedua anaknya dibatalkan. Terjadi pertempuran hebat antara Ki Ageng Hanggolono dan Kyai Ageng Mirah. Sementara Joko Lancur dan Kencono Wungu memutuskan untuk bunuh diri karena patah hati.
Ki Ageng Hanggolono bersumpah ketika melihat putranya mati:
- Warga Desa Golan dan Mirah tidak boleh menikah
- Segala jenis barang dari Desa Golan tidak boleh dibawa ke Desa Mirah dan begitu pula sebaliknya
- Segala jenis barang dari kedua Desa Golan dan Mirah tidak bisa dijadikan Satu
- Warga Desa Golan tidak boleh membuat atap rumah berbahan jerami
- Warga Desa Mirah tidak boleh menanam, membuat hal apapun yang berkaitan dengan bahan kedelai
Hingga saat ini nilai-nilai pada legenda tersebut masih dipegang teguh oleh masyarakat Desa Golan dan Desa Mirah agar terhindar dari malapetaka. Pernah ada yang mencoba melanggar kelima hal tersebut, dan dikatakan bahwa setelah itu terjadi hal-hal ganjil yang dialami oleh orang yang melanggar. Bahkan, dengan munculnya fenomena tidak bercampurnya air sungai dari Desa Golan dan Desa Mirah semakin memperkuat keyakinan masyarakat setempat bahwa Desa Golan dan Desa Mirah memang tidak bisa disatukan.
Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai fenomena di Desa Golan dan Mirah ini. Tapi terlepas dari itu semua, pelajaran pentingnya adalah kita sudah selayaknya menjalani hidup dengan norma-norma yang baik dan jangan melakukan hal-hal tercela agar dapat diterima oleh masyarakat. Banyak nilai-nilai luhur dari tuturan tradisi masa silam yang dimiliki masyarakat nusantara, sehingga keberagaman budaya di Indonesia perlu terus dilestarikan. Selalu ada nilai-nilai kearifan lokal dari setiap keberagaman budaya yang menyimpan informasi penting untuk selalu kita jaga.
Sumber:
Good News from Indonesia
Tidak Ada Komentar