Tradisi Magoak-Goakan, Perayaan Usai Hari Raya Nyepi
Magoak-goakan merupakan permainan tradisional dari Desa Pakraman Panji, Buleleng, Bali yang sudah tersebar ke berbagai desa di Bali. Magoak-goakan digelar pada saat hari raya Ngembak Geni (sehari setelah hari raya Nyepi). Magoak-goakan sendiri berarti burung gagak yang gagah dan tradisi ini terinspirasi ketika burung gagak sedang mengincar mangsanya.
Permainan ini merupakan penggambaran dari semangat perjuangan Ki Gusti Ngurah Panji Sakti (nama lain Ki Gusti Barak Panji) yang berperang dengan Kerajaan Blambangan. Tahun 1584 Masehi Desa Panji di pindahkan ke utara Desa Sangket. Guna memperkuat dan mempertahankan daerahnya, Ki Gusti Ngurah Panji Sakti ingin merebut daerah Blambangan yang sangat subur.
Ki Gusti Ngurah Panji kemudian membentuk pasukan Taruna Goak di desa Panji. Pasukan ini berjumlah 2.000 orang yang terdiri dari para pemuda perwira yang gagah perkasa dan memiliki moal yang tinggi. Ki Gusti Ngurah Panji Sakti bersama dengan putra-putra Baginda dan perwira lainnya, memimpin pasukan Taruna Goak menuju Blambangan. Pasukan ini berhasil menggugurkan Raja Blambangan dan Kerajaan Blambangan tunduk pada Raja Ki Gusti Ngurah Panji Sakti.
Permainan ini terdiri dari 7 orang atau lebih dimana 6 orang membuat satu barisan sedangkan 1 orang menjadi goak. Selama permainan 6 orang yang berbaris ini tidak boleh lepas dari barisannya. Orang yang paling kuat bertugas sebagai kepala barisan untuk menjaga ekor atau barisan paling belakang agar tidak tertangkap oleh si goak. Si goak harus menangkap barisan paling belakang dalam jangka waktu tertentu. Apabila dalam jangka waktu yang ditentukan si goak tidak bisa menangkap ekor atau barisan paling belakang, maka si goak dinyatakan kalah. Begitu pula sebaliknya, apabila si goak bisa menangkap barisan paling belakang maka kemenangan berpihak pada si goak.
Modifikasi permainan magoka-goakan yang sekarang berkembang adalah dimainkan oleh dua kelompok dimana setiap kepala barisan dari kelompok itu saling mengejar ekor atau barisan paling belakang dari lawan dan menjaga ekornya agar tidak terkena oleh kepala barisan lawan. Ada pula cara bermain magoak-goakan yang menggunakan sistem nilai per kelompok. Bila si goak bisa menangkap barisan paling belakan lawan dalam waktu kurang dari 5 menit diberikan nilai 5 untuk grup goak dan grup ular mendapat nilai 0. Jika setelah batas waktu lima menit si goak tidak bisa menangkap ekor ular, maka kelompok ular mendapat nilai 5, sedangkan kelompok goak mendapat nilai 0. Nilai akan dikurangi apabila ada pemain yang keluar dari batas garis lapangan permainan. Setiap pemain yang keluar dari garis ini nilainya dipotong sebesar 1.
Magoak-goakan biasanya di mainkan di area yang berlumpur seperti daerah persawahan. Jika dimainkan di tanah lapang, maka panitia akan membasahi tanah lapang terlebih dahulu sebelum permainan di mulai. Hal ini bertujuan untuk menambah keseruan dan mengurangi resiko dari permainan ini. Karena dalam permainan ini pemain bisa jatuh saat berkejar-kejaran dengan lawannya.
Selain sebagai permainan tradisional, magoak-goakan dilestarikan dengan cara dijadikan kreasi tari diciptakan oleh I Dewa Supartha Dharma asal Bangli pada tahun 1985. Tari Magoak-goakan versi lain juga muncul pada tahun yang sama dan ditampilkan oleh Pemerintah Daerah Bali pada Festival Tari Daerah Tingkat Nasional di Jakarta.
Informasi lebih lanjut:
Tidak Ada Komentar