Ritual Hamis Batar
Ritual Hamis Batar merupakan sebuah ritual adat yang dilakukan untuk menyambut musim panen jagung yang berasal dari Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hamis Batar dilaksanakan oleh masyarakat Belu sebagai wujud rasa syukur dan terima kasih kepada Sang Pencipta atas panen yang mereka peroleh. Dengan dipimpin oleh tetua adat, masyarakat akan mempersembahkan hasil panen jagung yang terbaik. Selain Kabupaten Belu, wilayah Amfoang, Kabupaten Kupang, hingga Molo, Kabupaten Timor Tengah Selatan, juga mengenal ritual adat serupa yang dinamakan hainiki pensufa. Hamis Batar berasal dari bahasa daerah setempat hamis yang berarti “syukur” dan batar yang berarti “jagung”.
Sebelum upacara dimulai para kepala keluarga turun ke kebun masing-masing untuk memetik sebuah jagung termuda dan paling bagus. Setelah itu mereka berkumpul di tempat upacara dan diadakan seleksi jagung yang paling bagus. Jagung yang paling baik kemudian diletakkan di troman atau tiang agung yang terbuat dari tumpukkan batu yang dikelilingi batu-batu kecil untuk meletakkan jagung baik yang lainnya.
Setelah semua batu tertutup oleh jagung muda, Ketua Adat kemudian memimpin doa persembahan jagung kepada Sang Pencipta dan memohon agar jagung yang dipanen bermanfaat. Seusai berdoa, upacara dilanjutkan dengan menyebar jagung-jagung ke seluruh kebun untuk dipersembahkan kepada Penguasa Tanah, yaitu Foho Norai, yang telah memberikan tanah dan kesuburan jagung. Upacara dilanjutkan dengan batar babulun, pencabutan pohon jagung secara utuh, untuk dibawa ke kampung dan diikat pada tiap-tiap kayu tiang agung yang sesuai dengan fungsinya, yaitu Karau Sarin (untuk beternak sapi), Fahi Ahuk (untuk beternak babi), dan Fatuk (untuk orang-orang tua atau tetua adat).
Seiring dengan upacara tersebut diadakan Batar Fohon, yaitu acara pemotongan batang buah jagung menjadi 12 potong untuk diserahkan kepada Ketua Adat, dan selanjutnya Ketua Adat menentukan waktu upacara inti. Upacara inti Hamis Batar itu sendiri merupakan proses persembahan sesaji atau jagung-jagung yang baik yang telah dikupas dan dibakar kemudian dimasukkan ke dalam gantang penyimpanan jagung yang disebut hane matan untuk dipersembahkan di tempat-tempat yang dianggap keramat seperti We Lukik dan Rai Bot.
Pada proses pembakaran jagung, api yang digunakan merupakan api khusus yang disebut Tahu Hai yang dibuat oleh Ketua Adat dengan menggosokkan sepotong batu berwarna merah dengan sepotong besi yang disertai serbuk dari pohon Enau. Pembakaran dilakukan dengan tiga buah tungku yang diiringi dengan pembacaan doa oleh ketua adat.
Setelah upacara Hamis Batar selesai, syukur masyarakat atas karunia yang dianugerahkan oleh Sang Pencipta kemudian dilanjutkan dengan diselenggarakannya upacara Hatama Manaik. Hatama Manaik merupakan sebuah upacara yang berfungsi sebagai pelengkap upacara Hamis Batar, yaitu proses upacara persembahan jagung muda dari masyarakat kepada pemimpin masyarakat atau Kepala Adat sebagai ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas kepemimpinannya.
Sumber:
Tidak Ada Komentar