Batik: Mewarnai Rasa Dan Sejarah
Bertahun – tahun sudah batik eksis di perindustrian lokal hingga internasional. Bermula dari tangan – tangan wanita berseni yang menuangkan corak pada helaian kain yang memberikan filosofi serta nilai pada penggunaan batik. Pemakaian batik pun menjadi bagian dari budaya Indonesia.
Berbagai macam corak batik nyatanya tak elak dari identitas dan sejarahnya. Berbagai corak pada batik mampu menimbulkan suatu rasa terlebih ketika seseorang itu mengetahui arti di balik corak tersebut. Corak pada batik berangkat dari kisah – kisah historis yang melahirkan tatanan dalam masyarakat secara luas. Hal ini adalah salah satu kekuatan dari batik Indonesia.
Salah satu motif romantis pada masa itu berasal dari cinta seorang permaisuri bernama Gusti Kanjeng Ratu Kencana. Beliau mematrikan cintanya pada sang Raja Sunan Pakubuwono III pada batik yang kemudian disebut truntum. Batik truntum sendiri memiliki makna bahwa cinta di antara pasangan yang telah menikah akan setia dan awet. Sebagaimana arti kata truntum yang berarti tumbuh kembali atau taruntum yang artinya bersemi kembali.
Ada nilai filosofis yang ikut dalam pembuatan corak batik truntum. Corak batik truntum merupakan jelmaan dari bintang dan bunga tanjung sebagai bentuk ilham dari yang Maha Kuasa kepada Ratu Kencana. Kala itu Ratu Kencana mendekatkan diri, meminta kepada Tuhan untuk kesetiaan cinta sang suami kepadanya. Doa itu pun terkabul, dan Ratu mengabadikan dalam wujud batik truntum yang proses pembuatan coraknya, membutuhkan kesabaran serta keteguhan untuk setiap bagiannya. Hal inilah yang diadaptasi dalam kehidupan terutama kehidupan berumah tangga.
Lain halnya dengan batik kembang kantil. Batik ini bercorak untaian kembang kantil yang tidak terputus. Hal ini merupakan simbolis dari keyakinan masyarakat yaitu, kasih sayang yang mendalam dan tiada terputus, tercurah bagi semua makhluk baik kepada orang tua maupun kepada leluhur.
Pada sejarahnya, kembang kantil ini digunakan pada upacara adat pernikahan. Kembang kantil akan dikenakan kepada kedua calon mempelai. Budaya adat ini menaruh kepercayaan bahwa cinta diantara kedua pasangan kelak akan abadi selamanya.
Kemudian untuk kamu yang lagi galau ada batik parang yang menemanimu untuk tidak menyerah melanjutkan perjuangan. Batik ini berangkat dari kekuatan ombak di laut. Corak parang mewakili kekuasaan, kekuatan dan semangat yang tidak pernah padam. Batik parang ini pun hanya dikenakan oleh raja, penguasa, dan ksatria pada masa kerajaan Mataram Kartasuro (Solo).
Nama lain batik parang adalah batik larangan karena rakyat biasa tidak boleh memakainya. Kini, batik parang bisa dikenakan oleh seluruh kalangan. Bisa dibayangkan ya, mengenakan batik yang dahulu hanya bisa dipakai oleh kaula ningrat. Tentunya dengan membawa semangat yang diturunkan melalui batik parang ini. Bagaimana teman-teman?
Sumber:
Info Lanjut:
Tidak Ada Komentar