Mewarnai Ala Nenek Moyang
Tak ayal batik yang diproduksi di era dulu sudah tampil dengan warna – warna yang menarik. Beberapa karya lain juga hadir dengan warna ialah tenun, kuliner, dan ukir – ukiran. Warna – warna pada saat itu tentunya berasal dari suatu resep berbahan alami. Lalu bagaimana mewarnai yang alami ala nenek moyang kita?
Kebanyakan sumber – sumber warna ini berasal dari tumbuh – tumbuhan dan bebatuan yang menghasilkan zat pewarna atau pigmen. Bagian tumbuhan yang diambil bisa dari kulit buah, biji, daun, bunga, maupun kayu dan akarnya. Salah satu contoh ialah daun suji dan pandan yang digunakan sebagai pewarna makanan untuk dawet dan cendol. Kunyit dan kulit bawang bombai yang memberikan warna kuning hingga oranye pada makanan dan kain serta, batu hula yang merupakan cat warna merah alami dari nenek moyang suku Batak, Sumatra Utara, Indonesia.
Cara pembuatan dari pewarna alami ini pun bervariasi. Untuk cat dari batu hula membutuhkan keahlian khusus dalam mencari batu yang dimaksud. Kemudian batu akan diproses menjadi tepung yang lalu diaplikasikan sebagai cat pada ukiran. Cat dari suku Batak ini disebut Cat Bolt.
Adapun pewarna alami yang digunakan sebagai cat melukis pada kertas. Pengaplikasian pewarna ini dengan teknik basah yaitu kertas dibasahi dengan lem lalu dilapisi oleh cairan warna yang dihasilkan dari bahan – bahan alami. Metode ini dipopulerkan melalui karya lukisan Benny Subiantoro.
Untuk kain tenun sendiri penggunaan pewarna sintetis dapat menurunkan kualitas tenun selain berdampak terhadap lingkungan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Miranda, Project Manager Switch Asia Hand Woven Textile bahwa, “bahan pewarna sintetis dapat merusak keberlanjutan alam dan generasi mendatang.” Bahan pewarna alami untuk tenun dapat ditemukan disekitar kita. Sebagai contoh ialah daun nila yang biasa digunakan oleh masyarakat Sikka dalam mewarnai kain tenun mereka. “Sebenarnya warna pada tenun seringkali kita temui di sekitar kita. Hanya saja banyak orang yang tidak tahu,” begitu ucap Miranda.
Pada beberapa sumber pewarna alami pun ada yang memberikan kekhasan berupa aroma. Salah satunya ialah pada kain batik Singa Barong asal Bali, Indonesia. Batik ini menggunakan pewarna dari kulit kayu dan bahan lainnya. Kekhasan alami inilah yang membuat batik Bali bersaing di pasar lokal maupun internasional.
Pewarna alami yang digunakan oleh nenek moyang kita bisa kita aplikasikan juga di masa kini baik sebagai cat, pewarna kain maupun kreasi warna makanan. Dan tentunya untuk keberlanjutan kehidupan bagi generasi mendatang.
Sumber:
https://budaya-indonesia.org/Cat-Warna-Bolit/
https://www.idntimes.com/food/recipe/siti-mafrucha/pilihan-pewarna-alami-makanan-c1c2/full
https://www.viva.co.id/gaya-hidup/gaya/925382-mengenal-bahan-pewarna-alami-untuk-tenun
https://drive.google.com/file/d/1hMtFjKtvxluk7an4rfDeh3VzvJ2R95Vm/view?usp=sharing
https://dpukbyasppuk.wordpress.com/category/tenun-pewarna-alami-2/
Info Lanjut:
https://budaya-indonesia.org/PEWARNA-ALAM-DAN-FUNGSI-LAINNYA-PART-1/
https://budaya-indonesia.org/Cenil-Kulit-Buah-Naga-Daun-Pandan/
Tidak Ada Komentar