Pesta Ulat Sagu, Ritual Pesta Panen Suku Asmat
Ulat sagu merupakan makanan khas Papua yang dikenal unik. Tapi kali ini kita tidak akan membahas tentang Ulat Sagu sebagai makanan tapi di Papua ada juga ritual yang dinamakan Pesta Ulat Sagu. Ritual tradisional yang menambah kekayaan budaya di Indonesia.
Pesta Ulat Sagu diadakan oleh suku Asmat sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas hasil panen sagu. Ritual ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang hingga saat ini. Mereka percaya ritual tersebut bisa menjamin kehidupan mereka di masa akan datang. Tradisi yang terdengar unik di telinga ini, tapi memiliki simbol yang mendalam, dan makna yang cukup berarti.
Pesta Ulat Sagu menjadi penting karena masyarakat Papua memang bergantung kepada pohon sagu sebagai makanan utama. Pohon sagu biasanya tidak ditanam melainkan tumbuh dengan sendirinya di rawa-rawa. Pohon sagu yang layak panen biasanya berumur sekitar sepuluh hingga lima belas tahun.
Ucapan syukur dalam bentuk ritual Pesta Ulat Sagu tidak hanya dilaksanakan sesudah panen ulat sagu saja, tetapi juga dilaksanakan sebelum panen. Sebelum panen beberapa orang yang ditunjuk melihat pohon sagu yang sudah siap untuk dipanen. Pada ritual Pesta Ulat Sagu dimeriahkan tarian dan nyanyian yang diringi alat musik khas Papua, yakni Tifa.
Tari-tarian hanya dilaksanakan kaum wanita suku Asmat, sedangkan kaum laki-laki sebagai pengiring musik saja, karena dalam tradisi mereka yang bertugas mencari sagu ialah wanita. Kaum laki-laki biasanya hanya berburu dan membuat ukiran.
Masyarakat yang ikut dalam tarian Pesta Ulat Sagu memakai pakaian adat khusus seperti bulu burung serta mengecat tubuh mereka dengan bahan khusus dari cangkang kerang. Tak jarang hampir seluruh tubuh tertutup oleh cat. Hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat suku Asmat.
Data Terkait:
Tidak Ada Komentar