Sanghyang Dedari, Sebuah Tari Penolak Wabah Penyakit
Ada berbagai cara yang digunakan manusia untuk menjalani ritual kepercayaan, salah satunya dengan menari. Bagi masyarakat Bali khususnya yang bergama Hindu, tari bukan hanya sebagai kegiatan seni. Tari termasuk ke dalam bagian upacara keagamaan. Dalam hal ini terdapat dua unsur kebudayaan yang saling berkaitan.
Sanghyang Dedari merupakan salah satu tari dengan genre tari wali. Sebuah genre tarian yang digunakan sebagai sarana keagamaan. Tidak ada lakon atau cerita khusus yang terkandung dalam tarian ini. Tari Sanghyang Dedari dapat diartikan orang yang sedang dimasukan oleh roh suci bidadari. Dipercaya bahwa saat membawakan tarian tersebut, penari tidak sadarkan diri yang disebut dengan kerawuhan. Pada saat itu roh suci masuk dan menjelma menjadi bidadari dalam tubuh penari. Penjelmaan bidadari dalam tubuh penari dianggap sebagai perwujudan Tuhan.
Biasanya tari Sanghyang Dedari digunakan sebagai upacara penolak wabah penyakit. Hal ini dilakukan karena tari Sanghyang Dedari selalu dihubungkan dengan banten caru dan Bathara Gana Kumara. Banten caru adalah sejenis sesajen yang terdiri dari hewan dan sesajian lain untuk Bhutakala. Bathara Gana Kumara dilukiskan dalam lontar Tantu Pagelaran sebagai dewa penghalang bencana dan penghalau segala kejahatan. Oleh sebab itu, tari Sanghyang Dedari sangat erat hubungannya dengan dunia Hyang, yaitu alam dewa-dewa dan roh-roh suci.
Penari Sanghyang terdiri dari anak-anak perempuan berumur 9-12 tahun. Mereka dipilih karena dianggap masih suci dan belum pernah mendapat haid. Seluruh penari Sanghyang Dedari merupakan milik sebuah pura sehingga para penari sangat taat terhadap kewajiban mereka sebagai abdi diri pura tersebut. Empat sampai lima penari dari sejumlah penari yang bertugas biasanya berasal dari keluarga seorang pemangku adat atau pemimpin upacara dalam agama Hindu.
Tahap pertama tari Sanghyang Dedari adalah pemudusan, pada tahap ini para bidadari diundang untuk turun ke bumi. Kemudian setelah penari jatuh ke tanah dan tidak sadarkan diri mereka disebut sebagai kerawuhan karena telah dimasuki roh suci para bidadari. Selanjutnya para pemimpin upacara mengadakan dialog memohon pengobatan untuk mengusir wabah penyakit. Setelah tahapan tersebut selesai, para penari akan dibawa kembali ke pura untuk mengembalikan kesadaran penari yang disebut ngelebaran atau ngelinggihan. Pemangku yang memimpin upacara akan memercikan air suci ke penari untuk mengembalikan kesadarannya. Dengan demikian usai sudah prosesi tari Sanghyang Dedari.
Kini tari Sanghyang Dedari bukan hanya digunakan sebagai sarana upacara. Sanghyang Dedari sudah menjadi sebagai bagian dari hiburan yang dipertunjukan bagi para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Terutama wisatawan yang berkunjung ke Gianyar, tempat tari ini berasal.
Sumber:
Ensiklopedia Tari Indonesia, 1996 dan berbagai sumber
Data Terkait:
Tidak Ada Komentar