Tato, Wujud Keindahan dan Simbol Perjalanan Suku Dayak
Seni dalam makna populis identik dengan keindahan. Seni dapat menghadirkan kekaguman dari makna yang dimilikinya. Mampu berperan sebagai media komunikasi dalam bentuk karya pemberi pesan. Salah satu wujud seni yang digemari adalah seni gambar. Seni dengan estetika yang melukiskan wujud objek dalam tafsiran indra manusia. Seni Gambar Tato, salah satu di antaranya.
Setiap zaman melahirkan kontruksi tubuhnya masing-masing. Tato dalam perkembangannya telah melahirkan berbagai pengertian dan makna yang berbeda-beda. Melihat orang dengan tubuh bertato bagi sebagian orang merupakan sebuah hal yang tidak wajar atau tabu. Tato yang sebelumnya diasosiasikan dengan dunia kejahatan atau premanisme, namun kini mulai digemari oleh berbagai kalangan baik itu laki-laki maupun perempuan sebagai bagian karya seni tubuh yang indah.
Tato atau tattoo, berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang artinya tanda. Walaupun bukti-bukti sejarah tato ini tidak begitu banyak, tetapi para ahli mengambil kesimpulan bahwa seni tato ini sudah ada sejak 12.000 tahun sebelum Masehi. Dahulu, tato menjadi semacam ritual bagi suku-suku kuno seperti Maori, Inca, Ainu, Polynesians, dan suku-suku lain-lainnya. Tato sangatlah identik dengan makna tertentu yang digunakan oleh suku-suku kuno untuk berkomunikasi dengan kelompoknya. Ada yang menggunakannya sebagai penanda strata kelompok maupun tanda bagi keturunan, status sosial, wujud ritual tertentu dan lain-lain.
Budaya Nusantara Indonesia, dalam sistem budaya yang sangat beragam dan berbeda-beda sudah sejak lama dikenal seni tato. Tato digunakan oleh berbagai kelompok suku di Indonesia dengan simbol-simbol tertentu. Salah satu di antaranya ialah pesona keindahan tato dari Suku Dayak yang tersebar di berbagai daerah di Kalimantan. Walaupun tidak semua sub Suku Dayak mengenal tradisi tato, namun tato telah dianggap bagian dari identitas Suku Dayak.
Tato bagi sebagian Suku Dayak merupakan hal yang tidak terpisahkan dari tubuh mereka. Tato memiliki makna dan filosofi yang sakral dengan garis perjalanan budaya suku. Tato bukan hanya sekedar lukisan pada tubuh, namun merupakan bagian dari tradisi religi, status sosial dalam masyarakat, serta sebagai salah satu bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang dalam suku Dayak. Secara makna religius, tato atau rajah bagi masyarakat Suku Dayak mempunyai makna sebagai obor atau penerang jalan dalam menuju keabadian setelah proses kematian. Menurut kepercayaan, tato berwarna hitam yang terdapat pada Suku Dayak perlahan akan berubah menjadi warna emas. Oleh karena itu, semakin banyak tato yang terdapat di tubuh seseorang maka semakin teranglah jalan menuju alam keabadian itu.
Pembuatan tato dalam tradisi Suku Dayak tidaklah sembarangan. Terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi hingga motif yang memiliki makna tertentu. Tato pada Suku Dayak disebut “tutang”, setiap motif tato memiliki arti berbeda-beda, orang di Suku Dayak tidak boleh memilih motif tato keinginannya sendiri, karena sebelumnya terdapat aturan dari adat Suku Dayak. Ketika proses pembuatan tato dilakukan, para keluarga biasanya dilarang untuk keluar dari rumah agar tidak terjadi sesuatu yang buruk menimpa pemilik tato.
Pada umumnya bentuk hingga motif tato di Suku Dayak melambangkan kondisi isi alam yang memliki perwujudan dalam gerak benda-benda alam. Benda-benda alam seperti Burung Enggang yang mewakili dunia atas, Katak yang mewakili dunia bawah, serta beberapa motif seperti motif bunga terong, cabang pohon dan berbagai bentuk-bentuk lain yang diambil dari alam. Selain itu dikenal juga tutang bajai (tato buaya), gambar naga, saluang murik, api, palapas langau (sayap lalat), manuk tutang usuk, matan punei (mata burung punei), manuk tutang penang, lampinak (seperi salib), tutang tasak bajai dinding.
Peletakan tato pada tubuh juga mempunyai makna yang berbeda. Seperti pada tato yang terdapat di jari-jemari tangan menunjukkan bahwa si pemilik adalah orang yang banyak berjasa dalam tolong-menolong. Tato Bunga Terung atau bunga terong dengan gambar tali nyawa di bagian tengah merupakan penanda bahwa seorang lelaki dari Suku Dayak telah memasuki masa usia dewasa. Tato motif muka harimau di bagian paha menunjukkan status sosial yang tinggi bagi pemiliknya. Sedangkan tato bermotif ukir rekong yang terletak di leher berfungsi untuk memberikan kekuatan pada tenggorokan atau berfungsi sebagai pelindung agar tidak dipenggal oleh Mandau musuh.
Pembuatan tato Suku Dayak masih sangat tradisional. Proses ini tidak kalah menyakitkan dengan dari pembuatan tato menggunakan mesin. Proses tato tradisional Suku Dayak ini mencacah kulit dengan mata tutang (jarum) dengan cara dipukul-pukul dengan menggunakan kayu ulin bulat sebesar jari sampai mengeluarkan darah. Luka inilah yang akan menjadi tato setelah dibalurkan sale damar. Selain sale damar, terkadang juga dicampur dengan emas atau tembaga. Luka tato akan sembuh sekitar seminggu hingga satu bulan lamanya.
Budaya tato suku Dayak telah menjadi kebiasaan yang melekat pada perjalanan suku di Kalimantan ini. Setiap tradisi melahirkan pemahaman tertentu dengan nilai yang melekat di dalamnya. Ketika dalam era Modern, tato dianggap sebagai sesuatu yang modis, trendi, dan fashionable, atau dekat dengan budaya pemberontakan. Namun di sisi lain, tradisi Suku Dayak memberikan makna lain tentang fungsi tato dalam pemahaman sosial.
Indonesia yang sangat kaya akan budaya seharusnya dimanfaatkan oleh generasi saat ini dalam memberikan pemaknaan akan realitas sosial sehari-hari. Ikut menjaga nilai-nilai lokal yang masih berkembang sebagai perwujudan bangsa yang besar. Tato Suku Dayak telah memberikan pengetahuan untuk memahami secara mendalam makna lukisan pada tubuh yang saat ini telah mengalami pergeseran fungsi dan makna. Oleh karena itu, mari kita belajar dari wujud keindahan dan simbol perjalanan Suku Dayak.
Data Terkait:
Tidak Ada Komentar