Mengintip Cara Membuat Ilabulo, Si “Kembar” Pepes Khas Gorontalo
Tercatat 34.534 data budaya tradisi kategori makanan-minuman di Perpustakaan Digital Budaya Indonesia (budaya-indonesia.org). Salah satu di antaranya adalah Ilabulo, makanan “kembar” pepes yang tidak boleh dilewatkan jika berkunjung ke Gorontalo. Ya, jika dilihat sekilas, makanan ini menyerupai pepes karena bentuknya yang panjang dan teksturnya yang padat, serta dibungkus dengan daun pisang. Ilabulo dapat disajikan dengan cara dibakar atau dikukus.
Jika terlihat dari luar seperti pepes, namun siapa sangka bahwa di dalamnya jauh berbeda dari pepes pada umumnya. Isian Ilabulo bukan ikan, melainkan ati ampela dengan campuran sagu dan rebusan telur di bagian tengahnya. Sebagaimana ciri khas masyarakat timur yang menggunakan sagu sebagai bahan utama makanan. Warna pada Ilabulo juga terlihat lebih hitam kecoklatan, berbeda dengan pepes.
Pembuatannya bermula dengan ati ampela terlebih dahulu dimasak di atas wajan menggunakan bumbu khas Gorontalo, lalu dicampur tepung sagu, garam, dan gula pasir hingga meletup. Setelah itu, ditaruh di dalam daun pisang bersama rebusan telur dan dikukus atau dibakar sesuai selera masing-masing. Daun pisang bukan hanya sekedar pembungkus, melainkan juga sebagai penambah aroma pada makanan khas yang satu ini.
Pada umumnya, Ilabulo disajikan bersama dengan Binte Biluhuta, bubur yang penuh sayur-sayuran atau jagung khas Gorontalo. Tetapi ada juga yang langsung mengonsumsi Ilabulo karena sudah matang. Rasanya gurih, kenyal, dan lezat. Makanan ini sering diburu oleh masyarakat khususnya saat bulan Ramadan sebagai menu buka puasa.
Dilansir dari berbagai sumber, Ilabulo mendapat sebutan sebagai makanan pembawa perdamaian semasa peperangan kerajaan. Ilabulo juga kerap disajikan saat raja-raja sepakat untuk berdamai dan menghentikan pertikaian. Menurut salah satu tokoh adat Gorontalo, Ilabulo melambangkan sebuah kata “Totobowata” yang berarti bersatu padu. Pada zaman dahulu, yang sering membuat Ilabulo adalah Kerajaan Hulonthalangi, saat terjadi peperangan antara Kerajaan Limutu (Limboto) dan Kerajaan Hulongthalangi. Ilabulo lah yang dapat menciptakan kedamaian kala itu. Penyerangan dihentikan oleh pasukan Kerajaan Limutu dikarenakan Raja Limutu ingin mencicipi Ilabulo yang terkenal kelezatannya.
Untuk mencicipinya, kamu hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 5.000 saja per bungkusnya. Kamu dapat menjumpai makanan ini di pinggir jalan sekitaran Jalan Diponegoro, Gorontalo. Makanan ini juga cocok jika dijadikan sebagai oleh-oleh, karena Ilabulo dapat tahan selama dua hingga tiga hari. Namun, jika kamu berminat membuatnya sendiri di rumah, kamu perlu siapkan dan lakukan ini:
Bahan Bahan:
- 6 siung bawang putih
- 6 butir bawang merah
- 100 ml air
- 1 sdt garam
- Lada putih secukupnya
- Cabai rawit sesuai selera
- Penyedap rasa
- 400 ml santan dari setengah butir kelapa
- 100 gr tepung sagu kering
- Daun pisang untuk membungkus
Cara Pembuatan:
- Rebus hati ayam, ampela dan lemak ayam dalam 500 ml air sampai matang, tiriskan lalu potong-potong sesuai selera;
- Ulek bawang merah, bawang putih, lada putih dan cabai rawit hingga halus (sisihkan);
- Bumbu yang sudah dihaluskan kemudian dicampur dengan potongan hati ayam, aduk dengan menambahkan sedikit demi sedikit sagu dan dicampurkan dengan air kaldu hingga tercampur rata;
- Panaskan wajan, masukkan adonan ke dalam wajan sehingga adonan berubah menjadi seperti bubur, angkat lalu dinginkan;
- Adonan yang ada kemudian dibungkus menggunakan daun pisang, dibungkus seperti membuat pepes, lalu siap dibakar atau dikukus hingga matang.
Catatan:
- Untuk Ilabulo yang dibakar, caranya sama dengan membakar sate.
- Untuk menghasilkan Ilabulo yang enak dengan komposisi yang sesuai, masak dengan menggunakan api yang kecil.
- Pada saat membungkus, gunakan daun pisang berlapis-lapis agar Ilabulo tidak hangus.
- Untuk Ilabulo kukus, adonan yang sudah terbungkus daun pisang kemudian dikukus, sagu yang digunakan adalah sagu kering, kerena kalau sagu basah akan terasa asam.
Artikel diolah dari berbagai sumber.
Data Terkait:
Tidak Ada Komentar